Indonesia terdiri dari berbagai suku, agama, dan budaya yang berbeda-beda. Banyaknya suku, agama, dan budaya tersebut muncul karena masuknya kebudayaan baru baik dari dalam maupun dari luar. Kebudayaan baru yang masuk ini diterima oleh maskyarakat Indonesia, namun tidak menghilangkan budaya yang sudah ada. Melainkan menjadi kombinasi budaya yang pada akhirnya muncul kebudayaan baru. Kebudayaan dari luar mempunyai peranan besar dalam proses pembentukan budaya di Indonesia.
Keberagaman kebudayaan di Indonesia merupakan kekayaan yang tidak ternilai harganya, jangan sampai menjadi penyebab perpecahan masyarakat. Hal ini sesuai dengan semboyan Negara kita yaitu “Bhineka Tunggal Ika” yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu. Kita harus menghargai segala perbedaan agar terciptanya persatuan dan kesatuan Indonesia.
I. Masuknya Agama Hindu ke Indonesia
Para pendeta dari India mempunyai misi/tugas khusus untuk menyebarkan agama Hindu, pada akhirnya sampai juga mereka ke Indonesia melalui jalur perdagangan. Setelah tiba di Indonesia mereka akan melakukan upacara pengembalian kasta agar mereka memiliki hak untuk menyebarkan ajaran agama. Selanjutnya mereka akan menemui penguasa lokal (kepala suku). Jika penguasa lokal tersebut tertarik dengan ajaran Hindu maka para pendeta bisa langsung mengajarkan dan menyebarkannya.
Adapula penguasa lokal yang kemudian dinobatkan jadi raja serta di-Hindukan, sehingga jika rajanya beragama Hindu maka akan lebih mudah untuk menyebarkan agama Hindu di daerahnya. Proses ini tidak dapat terjadi hanya satu kali langsung diterima tetapi membutuhkan proses yang lama. Terdapat beberapa teori mengenai siapakah yang membawa masuknya agama dan kebudayaan Hindu di Indonesia. Teori-teori tersebut antara lain:
1. Teori Sudra (dikemukakan oleh Van Feber)
Inti dari teori ini adalah bahwa masuk dan berkembangnya agama Hindu ke Indonesia dibawa oleh orang-orang India yang berkasta Sudra. Mereka menginginkan kehidupan yang lebih baik dan lebih dihargai.
2. Teori Waisya (dikemukakan oleh NJ. Krom)
Inti dari teori ini yaitu bahwa masuk dan berkembangnya agama Hindu ke Indonesia dibawa oleh orang India berkasta Waisya yaitu golongan pedagang. Mereka menetap di Indonesia dan bahkan menikah dengan wanita Indonesia.
3. Teori Ksatria (dikemukakan oleh FDK Bosch)
Inti dari teori ini adalah bahwa golongan bangsawan/ksatria dari India yang membawa masuk dan menyebarkan agama Hindu di Indonesia. Kekacauan politik di India menyebabkan para ksatria melarikan diri sampai di Indonesia dan sesampainya di Indonesia mereka membentuk dan mendirikan koloni (tanah jajahan) dan mulai menyebarkan agama Hindu.
4. Teori Brahmana (dikemukakan oleh J.C. Van Leur)
Inti dari teori ini adalah bahwa yang membawa masuk dan menyebarkan agama Hindu di Indonesia adalah kaum brahmana dari India. Para brahmana sengaja didatangkan ke Indonesia karena raja yang telah mengenal Brahmana secara khusus meminta Brahmana untuk mengajar di lingkungan istananya. Dari hal inilah maka agama dan budaya India dapat berkembang di Indonesia.
Dari keempat teori tersebut teori yang paling tepat dan disepakati ahli mengenai masuknya agama Hindu dan Budha di Indonesia adalah teori Brahmana, yaitu bahwa brahmana/pendeta dari India yang membawa masuk agama dan budaya Hindu ke Indonesia
II. Masuknya Agama Budha ke Indonesia
Dalam ajaran agama Budha terdapat misi khusus untuk menyebarkan agama Budha yang dikenal dengan Dharmadhuta. Untuk menjalankan misinya tersebut maka pendeta Budha melalui jalur pelayaran dan perdagangan menuju ke Indonesia. Setibanya di Indonesia mereka akan menemui raja/ penguasa lokal setempat guna meminta izin untuk menyebarkan agama Budha. Selanjutnya mereka mulai mengajarkan dan menyebarkan agama Budha, jika pengusa lokal tertarik dan memutuskan untuk menganut ajaran agama Budha, akan menjadi semakin mudah bagi perkembangan agama Budha di daerah tersebut
Ada juga yang berpendapat bahwa Budha masuk ke Indonesia dengan Teori Arus Balik. Teori Arus Balik sepakat bahwa yang membawa masuk agama dan budaya Budha di Indonesia adalah para pendeta India, tetapi yang menyebarkan agama Budha ke rakyat Indonesia bukan para pendeta India melainkan orang Indonesia yang diutus oleh raja Indonesia untuk mempelajari agama dan budaya para pendeta India di negara asalnya yaitu India. Setelah utusan tersebut menguasai ajaran agama maka mereka akan kembali ke Indonesia dan menyampaikan pada raja. Raja yang telah mendapat laporan selanjutnya akan meminta utusan tersebut menyebarkan dan mengajarkan pengetahuan yang diperoleh dari India tersebut pada penduduk/rakyat kerajaan tersebut. Maka semakin berkembanglah ajaran agama Budha dan terbentuklah kerajaan Budha.
III. Masuknya Islam ke Indonesia
Saat Islam untuk pertama kalinya datang ke Indonesia, pada waktu itu berbagai kepercayaan dan agama seperti Budha, Hindu, dinamisme dan anisme sudah banyak dianut oleh bangsa Indonesia. Bahkan sebagian besar wilayah Indonesia sudah berdiri kerajaan-kerajaan yang menganut agama Budha dan Hindu. Contohnya, kerajaan Sriwijaya di Sumatera, kerajaan Kutai di Kalimantan Timur, Kerajaan Taruma Negara di Jawa Barat dan masih banyak kerajaan yang lainnya. Akan tetapi, Islam datang ke wilayah-wilayah itu bisa diterima dengan baik, sebab Islam datang dengan cara yang baik pula, mereka pembawa ajaran Islam datang dengan prinsip-prinsip persamaan antar manusia, perdamaian, ketentraman, serta menghilangkan kasta dan perbudakan yang sebelumnya sering terjadi di wilayah itu.
a. Proses Masuknya Islam di Indonesia
Berbeda dengan agama lain yang datang ke Indonesia dengan cara penindasan, peperangan dan pemaksaan. Islam masuk ke Indonesia dengan cara perdamaian, para pembawa ajaran agama Islam pada waktu itu dengan sabar dan gigih menjelaskan tentang ajaran Islam pada penduduk setempat. Mereka pun tidak memaksa penduduk setempat untuk memeluk agama Islam. Adapaun cara dan proses masuknya islam di Indonesia melalui beberapa cara, antara lain sebagai berikut.
1. Perdagangan
Islam masuk ke Indonesia salah satunya lewat dengan cara perdagangan. Hal ini bisa terjadi, karena orang-orang Melayu yang ada di Indonesia pada waktu itu berhubungan dengan orang arab dalam hal perdagangan. Mereka sudah sangat dekat antara satu sama lain. Jadi, saat pedagang arab mulai menyebarkan pemahaman agama Islam, para orang melayu pun mudah untuk menerimanya.
Lambat tapi pasti, orang Melayu mulai banyak masuk ajaran Islam. Pengaruh Islam semakin kuat pada waktu itu setelah berdirinya kerajaan Islam Malaka dan kerajaan Samudra Pasai di Aceh. Maka makin ramailah para pedangang Arab serta ulama yang datang ke Indonesia.
2. Kultural
Islam juga masuk ke Indonesia dengan cara kultural, yaitu penyebaran pemahaman Islam menggunakan media kebudayaan. Contohnya yang dilakukan oleh para wali songo di pulau Jawa. Sunan Kali Jaga pada waktu itu berdakwah dengan mengembangkan kesenian wayang kulit, dia mengisi pementasan wayang yang biasanya bertemakan ajaran Hindu, dia ganti dengan ajaran Islam. Kemudian ada juga Sunan Muria berdakwah dengan mengembangkan gamelannya. Sedangkan Sunan Giri berdakwah dengan cara membuat banyak sekali mainan anak-anak seperti cublak suweng, jalungan, jamuran dan lain sebagainya.
3. Pendidikan
Salah satu cara efektif memasukan pemahaman ajaran Islam pada waktu itu dengan melalui pendidikan. Pesantren adalah lembaga pendidikan yang paling strategis untuk melakukannya. Kebanyakan para da’i dan mubalig dalam menyebarkan Islam ke seluruh penjuru Indonesia, mereka lulusan dari pesantren. Contohnya Datuk Ribandang yang merupakan lulusan dari pesantren milik Sunan Giri, dia adalah seorang yang mengislamkan kerajaan Gowa Tallo di Kalimantan timur.
4. Kekuasaan Politik
Penyebaran Islam di Indonesia juga tidak terlepas dari dukungan para Sultan. Contohnya di pulau Jawa, Kesultanan Demak merupakan pusat dakwah dan menjadi pelindung penyebaran agama Islam. Para Sultan dan Raja saling berkomunikasi, tolong menolong dalam melindungi perkembangan dakwah Islam di Indonesia. Kekompakkan para sultan ini juga menjadi cikal bakal lahirnya negara Indonesia.
b. Teori Masuknya Islam ke Indonesia
Ada beberapa teori masuknya islam ke Indonesia, yaitu :
1. Teori Mekah
Dalam teori ini, dikatakan bahwa proses masuknya Islam ke Indonesia adalah langsung dari Arab atau Mekah yang berlangsung pada abad pertama tahun hijriyah atau ke 7 M. Haji Abdul Karim Amrullah (Hamka) adalah tokoh yang memperkenalkan teori ini. Beliau merupakan ulama sekaligus sastrawan Indonesia. Beliau melontarkan pendapatnya ini pada tahun 1958 ketika menyampaikan orasi di Perguruan Tinggi Islam Negeri (PTIN) di Yogyakarta. Beliau menolak seluruh pendapat yang menyatakan bahwa Islam mulai masuk ke Indonesia secara tidak langsung melalui Arab. Beliau bercerita bahan argumentasinya yang dijadikan bahan rujukannnya berasal dari sumber Arab dan sumber lokal Indonesia. Menurutnya, motivasi awal kedatangan bangsa Arab dilandasi oleh motivasi semangat menyebarkan agama Islam, bukan dilandasi faktor ekonomi. Menurut pandangannya pula, jalur perdagangan antara Arab dengan Indonesia suda ada dan berlangsung jauh sebelum masehi.
2. Teori Gujarat
Teori Gujarat berpendapat bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia terjadi pada abad ke-13 M atau abad ke-7 H dan berasal dari Gujarat. Tokoh yang memperkenalkan teori ini kebanyakan sarjana yang berasal dari belanda salah satunya adalah J. Pijnapel dari Universitas Leiden. Dalam pandangannya, bangsa Arab yang bermazhab Syafie sudah tinggal di Gujarat dan Malabar sejak awal tahun Hijriyah. Akan tetapi, yang menyebarkan langsung Islam ke Indonesia untuk pertama kalinya itu bukanlah bangsa Arab, melainkan para pedangang Gujarat yang sudah memeluk Islam terlebih dahulu. Para pedagang islam itu berdagang ke arah timur, salah satunya Indonesia.
3. Teori Persia
Dalam teori ini berpendapat bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia berasal dari persia (Sekatang Iran). Seorang sejarawan asal Banten yang bernama Hosein Djajadiningrat adalah pencetus teori ini. Dalam paparannya, dia lebih menitikberatkan analisisnya pada kesamaan tradisi dan budaya yang berkembang antara masyarakat Indonesia dan Persia. Budaya dan tradisi itu diantaranya tradisi merayakan tanggal 10 Muharram atau sering disebut hari Asyuro. Hari itu merupakan hari suci kaum syiah yang mayoritas berada di Iran.
Dari semua teori di atas, masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahan tersendiri. Sampai saat ini, tidak ada yang tau pasti teori mana yang memang benar-benar terjadi dan bisa dipercaya 100% kebenarannya.
c. Perkembangan Islam di Beberapa Wilayah di Indonesia
Islam berkembang di daerah-daerah Indonesia, yaitu :
1. Perkembangan Islam di Sumatera
Perkembangan Islam di wilayah Indonesia diawali dengan masuknya pemahaman ajaran islam daerah Pasai di Aceh Utara dan pantai barat Sumatera, di kedua wilayah tersebut masing-masing berdiri Kerajaan Islam pertama di Indonesia, yaitu Kerajaan Islam Perak dan Samudera Pasai.
2. Perkembangan Islam di Jawa
Menurut Prof. Dr. Buya Hamka dalam bukunya yaitu Sejarah Umat Islam, cikal kedatangan Islam ke pulau Jawa sebenarnya sudah dimulai pada tahun ke tujuh masehi atau abad pertama Hijriyah yaitu pada tahun 674 M – 675 M. Salah satu sahabat nabi, Muawiyah bin Abi Sufyan pernah singgah di Kerajaan Kalingga di Jawa. Waktu itu dia menyamar sebagai pedagang. Mungkin pada waktu itu Muawiyah baru penjajakan saja, namun proses dakwahnya tetap berlangsung dan diteruskan oleh para da’i yang berasal dari Kerajaan Pasai dan Malaka. Karena pada waktu itu jalur perhungan antara Pasai dengan Jawa begitu pesat.
3. Perkembangan Islam di Kalimantan
Borneo adalah sebutan nama lain Kalimantan. Pada waktu itu Islam masuk ke sana melalui tiga jalur. Jalur yang pertama adalah melalui Kerajaan Islam Pasai dan Perlak. Jalur kedua Islam disebarkan oleh para da’i dari tanah jawa. Mereka melakukan ekspedisi ke pulau Kalimantan sejak Kerajaan Demak berdiri. Pada waktu itu, Kerajaan Demak mengirimkan banyak sekali da’i ke luar pulau Jawa, salah satunya ke pulau Kalimantan. Jalur ketiga melalu kedatangan para da’i yang berasal dari tanah Sulawesi. Salah satu da’i yang terkenal pada waktu itu adalah Datuk Ri Bandang dan Tuan Tunggang Parangan.
4. Perkembangan Islam di Maluku
Kepulauan Maluku terkenal sebagai penghasil rempah-rempah. Tak ayal hal ini menjadi daya tarik sendiri para pedagang asing, salah satunya pedagang muslim dari Jawa, Malaka, Sumatera dan mancanegara. Dengan kedatangan para pedagang muslim ini, menyebabkan perkembangan Islam di Kepulauan Maluku ini menyebar dengan cepat.
Pada tahun 1460 M, raja Ternate yaitu Vongi Tidore masuk Islam. Namun menurut sejarawan Belanda yaitu h.J De Graaft, raja Ternate yang benar-benar muslim adalah Zaenal Abidin. Setelah raja Ternate masuk Islam, hal ini semakin mempercepat perkembangan Islam di Maluku dan mempengaruhi kerajaan-kerajaan lain di Maluku yang mulai menerima paham ajaran Islam.
Setelah Islam masuk dan berkembang cepat di Maluku, Islam juga mulai masuk ke Irian. Para raja-raja Islam dari Maluku, da’i dan pedagang yang menyiarkan ajaran Islam ke Irian. Wilayah-wilayah di Irian Jaya yang dimasuki Islam yaitu: Jalawati, Musi, Pulau Gebi dan Pulau Waigio.
IV. Masuknya Kebudayaan Modern di Indonesia
Indonesia telah berakulturasi dengan berbagai kebudayaan dalam waktu yang lama. Letak strategis Indonesia yang berada pasa jalur 2 pusat perdagangan internasional pada masa lampau, India dan Cina, memberi pengaruh besar kebudayaan pribumi. Dengan terjadinya pencampuran antara dua budaya tersebut maka mengembangkan kebudayaan asli setempat.
Selain dari pengaruh budaya asing pada masa lampau, perkembangan pesat era globalisasi saat ini semakin menekan proses akulturasi budaya terutatama pengaruh budaya Barat. Dengan kemajuan teknologi modern mempercepat akses pengetahuan tentang budaya lain. Membawa perubahan sampai ke tigkat dasar kehidupan manusia di Indonesia. Pengaruh interaksi dengan budaya Barat mewarnai kehidupan masyarakat Indonesia. Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat di negara ini, ditambah dengan masalah persediaan bahan pangan, bahan energi, dan bahan industri strategis yang kian langka, serta kesenjangan penguasaan teknologi semakin lebar berisiko pada pergeseran perbedaan dan kepentingan di masyarakat.
Lebih dari itu, kehadiran budaya Barat seakan mendominasi dan selalu menjadi trend-centre masyarakat. Kebiasaan dan pola hidup orang barat seakan menjadi cermin modern. Hal ini jelas mengikis perilaku dan tindakan seseorang.
Hembusan pengaruh Barat dianggap sebagai ciri khas kemajuan dalam ekspresi kebudayaan kekinian. Padahal belum tentu sesuai dengan kebutuhan situasi dan kondisi masyarakat sendiri. Keadaan ini terus mengikis budaya dan kearifan lokal yang menjadi warisan terjadi kebudayaan masyarakat nusantara. Dari sinilah juga nilai tradisional secara perlahan mengalami kepunahan karena tidak mampu bersaing dengan budaya modern dalam bentuk pergaulan masyarakat.
Pada awalnya pintu masuk kebudayaan Asing di Indonesia adalah melalui kegiatan penjajahan para orang Asing di Indonesia. Tidak hanya mengambil hasil rempah-rempah dan menjajah pada umunya tetapi mereka juga menanamkan budaya mereka untuk mencampuri kebudayaan Indonesia. Berbeda dengan masa penjajahan, pada zaman sekarang pintu masuk kebudayaan Asing itu melalui kemajuan teknologi dan informasi. Siauddin Sardar menyebut masa kini sebagai terjadinya revolusi informasi seperti diulas dalam bukunya Tantangan Dunia Islam di abad 21. Dalam revolusi informasi tersebut, intervensi informasi sulit dibendung oleh karena arusnya tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Setiap saat informasi sudah dapat memasuki setiap kantor dan rumah tangga sekalipun melalui media massa cetak dan elektronik seperti surat kabar, televisi dan internet.
Revolusi informasi salah satu cirinya adalah keterbukaan dan kebebasan informasi sungguh sesuatu sulit dielakkan karena selain memberikan dampak positif seperti adanya informasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, tapi sekaligus dampak negatif seperti pergaulan bebas, pakaian yang memperlihatkan aurat, pola hidup individual dan hedonis.
Meskipun demikian, perkembangan teknologi di bidang informasi tersebut, selain memberikan kebebasan untuk mengakses informasi sebanyak-banyaknya akan tetapi tetap ada ruang bagi masyarakat untuk melakukan pilihan-pilihan secara selektif sesuai kepentingan, kebutuhan masyarakat. Disinilah peran semua pihak untuk terlibat dalam pemberdayaan masyarakat agar mampu memilih dan memilah informasi siaran televisi atau konten informasi di internet agar tidak terjebak dengan informasi kebudayaan asing yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan ajaran agama yanmg dianutnya.
V. Pengaruh Budaya Asing
Akulturasi adalah perubahan besar yang terjadi dalam kebudayaan sebagai akibat adanya kontak antar kebudayaan yang berlangsung lama. Hal itu terjadi apabila ada kelompok-kelompok yang memiliki kebudayaan berbeda saling berhubungan secara langsung dan intensif. Hal tersebut mengakibatkan timbulnya perubahan-perubahan besar pada pola kebudayaan pada salah satu kelompok atau keduanya. Perubahan kebudayaan akibat adanya proses akulturasi tidak mengakibatkan perubahan total pada kebudayaan yang bersangkutan, hal ini disebabkan karena ada unsur-unsur kebudayaan yang masih bertahan, masyarakat pun ada yang menerima sebagian atau mengadakan penyesuaian dengan unsur-unsur kebudayaan yang baru. Sejarah panjang perjalanan hidup masyarakat Indonesia ditandakan dengan banyaknya berhubungan dengan masyarakat asing seperti Cina, India, Persia, Portugis, Inggris, Belanda, dan Jepang; keberadaan mereka ternyata banyak meninggalkan unsur-unsur kebudayaan yang kemudian beberapa darinya diadopsikan dalam budaya lokal.
a. Pengaruh India (Hindu – Budha).
Pengaruh yang pertama kali menyentuh masyarakat Indonesia berupa pengaruh kebudayaan Hindu dan Budha dari India sejak 400 tahun sebelum masehi. Hinduisme dan Budhaisme, pada waktu itu tersebar meliputi daerah yang cukup luas di Indonesia, serta lebur bersama-sama dengan kebudayaan asli yang telah lama hidup. Namun demikian terutama di pulau Jawa dan pulau Bali pengaruh agama Hindu dan Budha itu tertanam dengan kuatnya sampai saat ini. Cerita seperti Mahabharata atau Ramayana sangat populer sampai sekarang, bahkan pada beberapa suku bangsa seperti Sunda, Jawa, atau Bali, pengaruh cerita-cerita itu sudah dianggap sebagai bagian atau ciri dari kebudayaannya; beberapa film Indonesia ternyata banyak yang berorientasi pada sifat-sifat film India, yaitu antara bernyanyi dan menari; musik dangdut yang demikian populer untuk lapisan masyarakat tertentu, bisa dikatakan berakar dari kebudayaan India. Pengaruh yang paling menonjol dari agama Hindu bisa ditemukan pada masyarakat Bali, walaupun ada sedikit-sedikit perbedaan karena tentunya unsur budaya asli masih dipertahankan, namun pengaruh agama Hindu tertanam kuat pada kepercayaan masyarakat Bali.
b. Pengaruh Kebudayaan Islam
Pengaruh kebudayaan Islam mulai memasuki masyarakat Indonesia sejak abad ke-13, akan tetapi baru benar-benar mengalami proses penyebaran yang meluas sepanjang abad ke-15. Pengaruh agama Islam terutama memperoleh tanah tempat berpijak yang kokoh di daerah-daerah dimana pengaruh agama Hindu dan Budha tidak cukup kuat. Di daerah Jawa tengah dan Jawa Timur, dimana pengaruh agama Hindu dan Budha telah tertanam dengan cukup kuat, suatu kepercayaan keagamaan yang bersifat sincretic dianut oleh sejumlah besar penduduk di kedua daerah tersebut, dimana kepercayaan animisme-dinamisme bercampur dengan kepercayaan agama Hindu, Budha dan Islam. Pengaruh reformasi agama Islam yang memasuki Indonesia pada permulaan abad ke-17 dan terutama pada akhir abad ke-19 itupun tidak berhasil mengubah keadaaan tersebut, kecuali memperkuat pengaruh agama Islam di daerah-daerah yang sebelumnya memang telah merupakan daerah pengaruh agama Islam. Sementara itu Bali masih tetap merupakan daerah pengaruh agama Hindu.
Harsoyo (1999) menyebutkan bahwa praktik penyebaran agama Islam itu melalui dua proses, yaitu melalui mekanisme perniagaan yang dilakukan oleh orang-orang India dari Gujarat dan orang-orang Persia, dan yang kedua melalui penguasaan sentra-sentra kekuasaan di pulau Jawa oleh orang-orang Pribumi yang telah memeluk agama Islam; dengan proses yang cukup rumit ini tidak mengherankan jika kemudian terdapat beberapa perbedaan proses penyerapan agama Islam ini di Indonesia. Untuk orang-orang yang tinggal di daerah pesisir agak berbeda dengan orang-orang yang tinggal di pedalaman; untuk orang-orang yang telah kuat memeluk agama Hindu dan Budha agak berbeda dengan orang-orang yang lebih longgar darinya; untuk yang menerimanya dari orang-orang Gujarat agak berbeda dengan pengaruh Persia; bahkan menurut seorang peneliti Amerika tentang kebudayaan-kebudayaan di Indonesia, Clifford Geertz (1982), keberadaan agama Islam pada suatu masyarakat Jawa Tengah itu dilaksanakan menurut tiga lapisan masyarakat, yaitu agama Islam yang hidup pada kelompok bangsawan yang disebutnya sebagai Priyayi, Islam yang hidup pada kelompok rakyat kebanyakan yang disebutnya sebagai Abangan, dan Islam yang hidup pada anggota-anggota kelompok pesantren sebagai pusat pengkajian agama Islam yang disebut Santri.
c. Pengaruh Kebudayaan Modern terhadap Kebudayaan Indonesia
Indonesia di kenal sebagai negara multi etnis dan agama, dari situlah Indonesia memiliki ragam Budaya yang berbeda-beda. Di setiap budaya tersebut terdapat nilai-nilai sosial dan seni yang tinggi. Pada kondisi saat ini kebudayaan Indonesia kini kian memudar secara perlahan. Hal ini dikarenakan semakin berkembangnya teknologi yang akhirnya dapat memberikan dampak negatif terhadap kebudayaan asli Indonesia. Dengan banyak berkembangnya media elektronik, kebudayaan barat dapat dengan mudah masuk ke Indonesia, sehingga mulai mengubah pola pikir dan perilaku masyarakat Indonesia.
Kebudayaan barat yang masuk ke Indonesia memiliki dampak positif dan negatif bagi masyarakat Indonesia. Dampak positifnya adalah kreatifitas, inovasi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, hidup disiplin dan profesionalitas, dan lain-lain. Dampak negatifnya kebudayaan asing atau barat terhadap masyarakat Indonesia khususnya kalangan remaja sudah sampai tahap memprihatinkan karena ada kecenderungan para remaja sudah melupakan kebudayaan bangsanya sendiri. Budaya ikut-ikutan atau latah terhadap cara berpakaian misalnya. Para remaja tidak ingin ingin dikatakan kuno, kampungan jika tidak mengikuti cara berpakaian ala barat karena dinilai modern, tren dan mengikuti perkembangan zaman meski memperlihatkan auratnya yang dilarang oleh ajaran agama maupun bertentangan dengan adat istiadat masyarakat secara turun temurun.
Selain cara berpakaian dan mode, pergaulan bebas dan cara berhura-hura di kalangan remaja yang di lihat sebagai perilaku yang menyimpang baik secara agama maupun sosial juga menjadi masalah bagi kebudayaan di Indonesia. Umumnya kalangan remaja Indonesia berperilaku ikut-ikutan tanpa selektif sesuai dengan nilai-nilai agama yang di anut dan adat kebiasaan yang mereka miliki.
Para remaja juga merasa bahwa kebudayaan di negaranya sendiri terkesan jauh dari moderenisasi. Sehingga para remaja merasa gengsi jika tidak mengikuti perkembangan zaman meskipun bertentangan dengan nilai-nilai ajaran agama dan budayanya. Sehingga pada akhirnya para remaja lebih menyukai kebudayaan barat, dibandingkan dengan kebudayaan kita sendiri.
VI. Upaya Mengatasi Dampak Negatif Budaya Asing
Untuk mengatasi pengaruh kebudayaan Asing terhadap kebudayaan Indonesia, khususnya untuk membentengi kalangan remaja dari pengaruh negatif diperlukan pelibatan semua pihak terutama pemerintah dan tokoh-tokoh masyarakat seperti, para ulama budayawan serta keterlibatan orang tua di rumah.
1. Peranan Pemerintah
Pemerintah hendaknya dapat mengambil kebijakan strategis melalui penataan ulang sistem pendidikan terutama mengenai pengaturan kurikulum. Umumnya di setiap sekolah menerapkan sistem pengajaran pengetahuan mengenai ilmu keagamaan kepada para remaja sekolah dengan waktu yang berjalan selama dua jam dalam seminggu saja. Tentu saja waktu tersebut kurang memadai untuk mengharapkan sebuah perubahan perilaku siswa, sehingga memerlukan penambahan jam pelajaran atau kreatifitas guru bidang studi tersebut dalam bentuk kegiatan keagamaan di lingkungan sekolah seperti kegiatan pengajian atau kajian-kajian tematik menurut pandangan agama. Mengenai pelajaran dan pemahaman keagamaan sesungguhnya tidak hanya terpaku pada bidang studi agama yang dinilai waktunya kurang memadai tersebut tetap setiap guru mata pelajaran umum juga dapat memasukkan nilai-nilai agama ketika mengajar di hadapan siswanya. Misalnya, mata pelajaran geografi, guru dapat menjelaskan kekuasaan Tuhan menciptakan langit dan bumi, sejarah perjuangan nasional yang dipelopori atau dimpin oleh ulama atau pejuang Islam seperti Pengeran Diponegoro, Sultan Hasanuddin dan lainnya.
2. Peranan Tokoh Agama dan Budaya
Peranan para ulama dan budayawan melalui program kerja organisasi keaagamaan dan sanggar-sanggar budaya sangat strategis untuk menangkal masuknya budaya asing dalam masyarakat khususnya kalangan generasi muda. Keterlibatan para tokoh agama dan budaya melalui program kerja organisasi keagamaan seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah dan yang lainnya dapat diarahkan pada pembinaan remaja agar memiliki ketahanan budaya yang berbasis agama. Begitu juga peranan para budayawan dan seniman melalui organisasi atau sanggar seni dapat merancang program kerja yang diminati oleh kalangan remaja sehingga mereka tidak tertarik dengan budaya hura-hura yang datang dari budaya asing.
3. Peranan Orang Tua dan keluarga
Keluarga merupakan lingkungan anak yang paling banyak waktunya. Orang tua adalah figur utama dalam keluarga yang paling bertanggung jawab terhadap masa depan anak-anak dan anggota keluarga lainnya. Oleh karena itu, lingkungan keluarga sangat berkontribusi terhadap kualitas perilaku atau akhlak anggota keluarga terutama anak-anaknya. Peran orang tua sangat dibutuhkan, selain mengawasi anak-anak dan dengan siapa dia bergaul, tetapi sesekali orang tua harus turun langsung mengawasi anak-anaknya agar jangan sampai anak-anaknya bisa salah gaul. Pada masyarakat modern, seorang remaja sangat tergantung pada cara orang tua atau keluarga mendidiknya. Melalu interaksi dalam keluarga, remaja akan mempelajari pola perilaku, sikap, keyakinan dan cita-cita dan nilai dalam keluarga dan masyarakat.
Secara kongkret implementasi kegiatan-kegiatan tersebut di atas akan berdampak positif, antara lain: peningkatan, penanaman dan pengamalan nilai dan norma-norma agama dan budaya di lingkungan sekolah maupun di masyarakat secara umum. Norma agama merupakan norma yang paling prioritas diutamakan dalam kehidupan. Agama memiliki peran yang sangat penting khususnya di kalangan remaja. Di sini agama berperan sebagai pedoman yang menuntun para remaja ke perilaku yang sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. Upaya ini dapat di lakukan para remaja melalui efektifitas pembelajaran agama di sekolah. Sekolah sebagai lembaga pendidikan wajib mengajarkan pengetahuan yang bersifat teori dan praktek, serta mendidik anak-anak agar menjadi anak-anak yang disiplin dan berakhlak baik.
Daftar Pustaka :
Alisyahbana, Sutan Takdir. (1988). Kebudayaan Sebagai Perjuangan. Jakarta: PT Dian Rakyat.
Bachtiar, Harsya. (1994). Masyarakat Indonesia, dalam Majalah Ilmu-ilmu Sosial Di Indonesia jilid xx, No.4; Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Boelaars, Y. (1984). Kepribadian Indonesia Modern, Suatu Peelitian Antropologi Budaya. Jakarta: PT Gramedia
Brahmana, Pertampilan S. 1997. Awal Pertumbuhan Kebudayaan Nasional Indonesia. Karya Tulis Pada Program Magister Kajian Budaya UNUD.
Geertz, Clifford (1982). Abangan, Santri dan Priyayi Dalam Masyarakat Jawa. Jakarta : Pustaka Jaya, Yayasan Ilmi-Ilmu Sosial.
Geertz, Hildred. (1981). Aneka Budaya dan Komunitas di Indonesia. Penerjemah : A Rahman Zainuddin. Jakarta : Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial dan FIS - UI
Harsojo. (1999). Pengantar Antropologi. Bandung : CV Putra A Bardin.
Ignas Kleden, (1987). Sikap Ilmiah dan Kritik Kebudayaan. Jakarta : LP3ES
Koentjaraningrat. (1993), Masalah Kesukubangsaan dan Integrasi Nasional. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia (UI- Press).
Koentjaraningrat. (1996). Pengantar Ilmu Antropologi; Jakarta: Rineka Cipta.
Melalatoa, Junus M. ed. (1997). Sistem Budaya Indonesia, Jakarta: Kerjasama FISIP Universitas Indonesia dengan PT. Pamator
Parsudi Suparlan, (1999). “Konflik Sosial dan Alternatif Pemecahannya”. Jurnal Antropologi Indonesia No. 59 Th XXIII, Mei-Agustus .
Usman Pelly. (1998). “Masalah Batas-Batas Bangsa”. Jurnal Antropologi Indonesia No. 54 Th XXI, Desember 1997- April 1998.
Sidi Gazalba, Islam & Perubahan Sosiobudaya. Jakarta : Pustaka AlHusna, 1983.
Zianuddin Sardar, Tantangan Dunia Islam Abad 21. Bandung : Mizan, 1988.
Kun Maryati, Juju Suryawati, Sosiologi untuk SMA dan MA kelas X. Jakarta : Erlangga, 2001.
http://sosbud.kompasiana.com/2011/08/09/dampak-masuknya-budaya-asing-barat-terhadap-budaya-bangsa-indonesia/
http://www.anneahira.com/pengaruh-budaya-barat-901.html
http://khaeylbgt.multiply.com/journal/item/3
http://jo-ardianto.blogspot.com/2010/05/pengaruh-kebudayaan-asing-terhadap.html
http://jawakuno.com/masuknya-hindu-budha-ke-nusantara/
http://www.qolbunhadi.com/inilah-sejarah-teori-dan-perkembangan-islam-di-indonesia/